Halaman

Powered By Blogger

SELAMAT DATANG DI ZMID

"ZMID" adalah kulasan berita yang berisi tentang Politik dan dunia militer baik dalam maupun luar negeri.

Sabtu, 26 Mei 2012

Kazakhstan Berencana Akuisisi N-219 PT. DI

JAKARTA : Industri dirgantara Indonesia memperoleh angin segar. PT Dirgantara Indonesia (DI) memperoleh transaksi pembelian pesawat N219 buatan PT DI.

Direktur Pengembangan dan Teknologi PT DI, Dita Ardonni Jafri mengatakan pihaknya sedang menjajaki kerjasama dalam bentuk join development dengan dua perusahaan pesawat Kazakhstan.

"Kita menawarkan kerjasama dan masih taraf penawaran, yang ditawarkan pesawat N219. Kita menawarkan join development," ungkapnya kepada detikFinance, Jumat (25/5/2012).

Doni mengungkapkan, pihak Kazakhstan sangat membutuhkan pesawat berbadan kecil untuk keperluan pertanian. Menurutnya, pesawat buatan PT DI jenis N219 sesuai untuk memenuhi kebutuhan di Kazakhstan.

"Kebutuhan mereka itu yang lebih untuk pertanian (pesawat). Ini (pesawat N219) juga bisa dikembangkan sebagai pesawat pertanian," sambungnya.

Untuk kerjasama dengan pihak Kazakhstan, PT DI menginginkan bentuk join development supaya bisa memperoleh kucuran dana segar untuk pengembangan usaha.

"Kita cari pusing-pusing cari modal, syukur itu (kerjasama dengan Kazakhstan) bantu modal," sanggahnya.

PT DI menegaskan akan membangun pabrik di Kazakhstan, jika pihak Kazakhstan membeli pesawat dalam jumlah yang besar.

"Kita mau bangun pabrik kalau dia (pihak Kazakhtan) beli dalam jumlah tertentu atau banyak. Kalau sedikit mau bangun pabrik, tapi biaya pabrik dari sana," sebutnya.

Doni menjelaskan, pihak Kazakhtan telah 1 kali datang ke Indonesia untuk bertemu dengan pihak PT DI, dan PT DI sendiri telah dua kali kali datang ke Kazahkatan untuk membahas kerjasama pembelian pesawat N219.

"Kita itu dua kali pertemuan ke sana dan mereka (Kazakhtan) 1 kali ke Indonesia," tutupnya.

Kazakhstan saat ini mempunyai maskapai nasional yakni Air Astana. Air Astana membuka penerbangan langsung dari Kazakhstan via Almaty dan Astana ke berbagai negara seperti Kuala Lumpur, Dubai, dan Kazakhstan.

Air Astana hingga ini banyak memakai pesawat pabrikan dari Boeing hingga Airbus. PT DI akan menjadi pabrikan pertama asal Indonesia di Kazakhstan.


Sumber : Detik

Analisis : Menyambung Konsistensi MEF

Jet Tempur TNI AU penjaga kewibawaan udara NKRI
Pembangunan kekuatan TNI dengan modernisasi alutsista segala matra sudah dimulai sejak tahun 2010 beberapa bulan ketika jabatan kedua Presiden SBY dilanjutkan.  Tahun ini sudah memasuki tahun ketiga dari apa yang kita kenal dengan sebutan Minimum Essential Force (MEF) tahap I.  Dan selama waktu itu kita sudah dapat saksikan daftar belanja alutsista yang mampu membanggakan dada dan membungakan wajah.  Belanja alutsista pada MEF tahap I sudah dapat kita ketahui dengan komprehensif.  Termasuk segala dinamika prosesnya yang terkadang harus berselisih paham dengan Komisi I DPR yang punya tupoksi bertugas sebagai pengawas yang mengkritisi.  Setidaknya mulai semester kedua tahun ini panen raya alutsista sudah dimulai.

Kalau boleh jujur kita hendak mengatakan bahwa titik kritis dalam kesinambungan perkuatan alutsista TNI terletak pada pergantian pemerintahan tahun 2014.  Dengan pergantian Presiden termasuk rombongan kabinet koalisinya,  staf khusus dan staf ahli sudah pasti berganti figur. Titik kritis inilah yang perlu kita cermati agar jangan sampai kita meneruskan predikat yang selalu menempel selama ini yaitu ganti pimpinan ganti kebijakan. Termasuk juga yang perlu dicermati secara intelijen adalah kemungkinan adanya intervensi pihak luar lewat figur pimpinan RI mendatang agar MEF TNI hanya sampai tahun 2014.  Cukup satu episode saja.
Kita harus menyikapi kondisi dinamis yang terbentang di sekitar halaman rumah kita seperti gesekan militer di Laut Cina Selatan, klaim Ambalat, perkembangan militer Cina dan India yang demikian pesat, peningkatan kekuatan militer AS di Darwin, Singapura dan Kokos.  Oleh sebab itu sudah selayaknya kita tidak bisa lagi bermain-main di wilayah inkonsistensi dalam membangun postur TNI karena kekuatan TNI itu adalah nilai nur kewibawaan dan martabat untuk menjaga keutuhan wilayah NKRI. Selain pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan, pertumbuhan kekuatan militer sebuah negara haruslah berjalan dengan irama yang setara. 

Pertumbuhan ekonomi kita selama ini berjalan baik, pendapatan per kapita meningkat jelas.  PDB kita yang terbesar di ASEAN, cadangan devisa kita diatas US$ 100 milyar.  RI merupakan kekuatan ekonomi nomor 16 di dunia, itu sebabnya kita masuk kelompok G20.   Nah beberapa indikator ekonomi ini menjadi catatan bahwa pertumbuhan kekuatan militer juga harus digerakkan seirama dengan gerak maju ekonomi kita.  Dunia juga mengakui bahwa ekonomi kita memiliki kekuatan dan daya tahan pada setiap krisis ekonomi dunia.  Hanya saja kita selalu terpengaruh dengan opini-opini yang dilontarkan beberapa pengamat ekonomi lewat media yang “itu-itu” saja, selalu sinis dengan pencapaian yang diperoleh pemerintah.

Figur presiden pasca 2014 boleh berbeda kebijakan untuk sektor-sektor lain.  Namun sangat diharapkan bisa meneruskan kesinambungan perkuatan TNI sampai tahun 2019 dan seterusnya karena MEF I yang akan selesai tahun 2014 sejatinya baru menambal sulam kekuatan alutsista seperti mengganti skuadron yang grounded, kapal perang yang sudah tua, dan meriam renta di batalyon jompo.  MEF I barulah berupa tunas muda dari tumbuhnya kekuatan yang diinginkan. Sangat ironis ketika tunas muda itu tumbuh lalu dibiarkan kering dan merana lagi.
Howitzer Caesar segera mengisi alutsista TNI AD
Mengapa baru disebut tunas muda karena sesungguhnya pada tahun 2014 kekuatan alutsista kita belum mampu berjalan langkah tegap melainkan baru mulai berdiri dan berjalan.  Dibanding dengan Singapura saja kekuatan militer kita belum mampu mengimbangi baik dari sisi kualitas dan kuantitas.  Kita hanya menang jumlah pasukan padahal di masa mendatang keunggulan teknologi alutsista dan integrasinya menjadi penentu kemenangan militer sebuah negara. Contohnya kita masih belum punya pesawat AEW (peringatan dini).  Kemudian performansi kapal perang kita belum bisa dikatakan memuaskan apalagi cum laude baik dari sisi kuantitas maupun kualitas.  Demikian juga dengan kekuatan skuadron tempur yang baru punya 1 skuadron Sukhoi sebagai barometer kekuatan udara.

Rentang wilayah RI yang harus dijaga bukanlah sebuah rumah kecil melainkan sebuah rumah gadang yang kaya dan bergengsi.  Rumah kita kaya dengan sumber daya alam dan bergengsi karena berada dalam posisi menentukan bagi lalulintas perekonomian Asia Timur, Asia Tenggara, Australia dan Timur Tengah.  Nah wilayah kedaulatan kita ini tentu harus punya satpam yang kuat dan sekaligus disegani.  Banyak orang punya pikiran skeptis dan lalu menyederhanakan masalah misalnya dengan analogi mengatakan tidak perlu kehadiran satpam yang kuat di sebuah kompleks perumahan karena ketika tidak terjadi gangguan keamanan seakan-akan fungsi satpam itu tidak ada.  Padahal justru kehadiran Satpam itu di kesehariannya mampu melumpuhkan dan mementahkan niat orang yang hendak berbuat jahat, apalagi kalau satpamnya banyak dan dilengkapi dengan senjata yang mumpuni.

MEF tahap II periode 2015-2019 merupakan tahapan penting karena didalamnya ada planning pertumbuhan kekuatan yang diniscayakan mampu meninggikan harkat dan kewibawaan kedaulatan NKRI.  Belanja alutsista dengan dukungakn PDB dan Purchase Power (APBN) diyakini akan lebih baik dari anggaran MEF tahap I.  Itulah sebabnya secara finansial mestinya tidak ada bottle neck yang menyumbat.  Kita meyakini dan mewanti-wanti kebijakan pemerintahan yang baru nanti akan menjadi penentu nyaman tidaknya kelanjutan pembangunan postur militer RI.
Super Tucano Agustus 2012 tiba di Lanud Malang
Jauh-jauh hari kita mengumandangkan harapan agar siapa pun yang terpilih sebagai orang nomor 1 di negeri ini tetaplah konsisten melanjutkan serial MEF dengan mata hati yang jernih.  Ini untuk menunjukkan pada nilai konsistensi bahwa membangun kekuatan militer itu tidak bisa dilakukan sepotong-sepotong dan sejenak saja atau berdasarkan selera dan gaya masing-masing.  Kita lihat Cina dan India yang begitu konsisten membangun kekuatan militernya selama 10 tahun terakhir.  Meskipun berganti pemerintahan namun program modernisasi di kedua negara tersebut berjalan terus dan bahkan meningkat dari tahun ke tahun.

Membangun postur kekuatan militer bukanlah untuk berlagak sikap atau menantang perang dengan negara lain.  Postur kekuatan militer sangat diperlukan dalam perjuangan eksistensi bangsa dengan segala harta yang dimiliki.  Harta kebanggaan RI yang bernilai tinggi adalah sumber daya alam yang berlimpah apakah itu sumber daya alam darat atau sumber daya alam laut.  Pengelolaan sumber daya kelautan yang terbarukan saja jika mampu dikelola dengan manajemen usaha dan birokrasi yang baik mampu menghasilkan puluhan trilyun rupiah per tahun.  Belum lagi sumber daya kelautan yang tak terbarukan sebagaimana yang tersimpan di Natuna, Ambalat dan Arafuru.

Militer yang kuat juga akan mampu menjadi kekuatan bargaining dan kewibawaan dalam diplomasi antar negara.  Karena sesungguhnya kekuatan militer adalah payung untuk menjalankan diplomasi atau hubungan antar negara berdasarkan prinsip kesetaraan yang bermartabat.  Lebih dari itu negara yang memiliki militer yang kuat diyakini mampu membawa kebanggaan dalam perjalanan bangsa.  Tetapi ini tentu saja harus setara dengan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyatnya.  Jangan sampai ada analogi yang menyindir ketika sebuah rumah besar  dan kaya kemalingan.  Selidik punya selidik ternyata jendelanya tidak punya teralis besi. Nah setelah kemalingan barulah si empunya rumah memberi teralis pada jendelanya.  Ini namanya rugi dua kali, rugi karena kemalingan dan rugi karena terlambat memberi teralis pada jendelanya.  Apakah kita mau seperti itu ? 


Sumber : Analisis

Korsel Berencana Membeli 60 Pesawat Tempur Siluman



SEOUL, KOMPAS.com : Korea Selatan (Korsel) berencana meningkatkan kemampuan militernya secara signifikan dengan membeli 60 pesawat tempur berteknologi siluman atau stealth, 36 helikopter serbu, dan delapan helikopter angkatan laut. Keputusan pesawat buatan mana yang akan dibeli Korsel akan diumumkan Oktober tahun ini.

Demikian diungkapkan juru bicara Badan Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) Pemerintah Korsel, Jumat (25/5/2012). "Kami berencana mengumumkan nama-nama pemasok senjata ini pada bulan Oktober," tutur juru bicara tersebut.

F-35 Lightning II
Tender pengadaan 60 unit pesawat siluman senilai 8 triliun won (Rp 62,63 triliun) itu diikuti oleh pesawat F-35 Lightning II buatan Lockheed Martin dari AS, F-15 SE Silent Eagle buatan Boeing dari AS, dan Sukhoi T-50 PAK FA buatan Sukhoi dari Rusia. 

Pesawat Eurofighter Typhoon juga dikabarkan ikut dalam tender ini, meski pesawat ini bukan pesawat stealth dan beda kelas dengan F-15 maupun Sukhoi T-50.


Selain itu, Korsel juga menganggarkan 1,8 triliun won untuk membeli 36 heli serbu. Tender pengadaan heli perang ini diikuti oleh heli Apache buatan Boeing dari AS, Tiger buatan Eurocopter dari Eropa, dan heli T129 buatan Turki.

Rencana pembelian senjata besar-besaran ini sempat menuai kritik dari pihak oposisi di Korsel. Partai Demokrat Bersatu (DUP) mendesak pemerintah untuk tidak tergesa-gesa mengambil keputusan.

F-15 SE Silent Eagle
"Diperlukan studi dan peninjauan kembali sebelum pemerintah melanjutkan pembelian berbagai senjata ini. Jika perlu, proyek ini biar diteruskan pemerintah berikutnya," ungkap DUP dalam pernyataan resmi kepada kantor berita AFP.

Korsel telah membeli sedikitnya 60 unit F-15 versi non-stealth sejak 2002 dalam dua tahap program modernisasi senjata. Semua ini dilakukan di tengah peningkatan ketegangan dengan Korea Utara (Korut).

Dua negara bertetangga ini secara teknis masih berperang karena Perang Korea 1950-1953 baru diakhiri perjanjian gencatan senjata, bukan traktat perdamaian penuh. 


Sumber : Kompas

Teknisi Indonesia Imbangi Skill Teknisi Korsel Dalam Alih Teknologi Pesawat Tempur

Jakarta, InfoPublik : Teknisi Indonesia, yang dikirim ke Korea Selatan untuk alih teknologi pesawat tempur KFX/IFX, bisa mengimbangi para teknisi negeri ginseng yang merancang pesawat itu.

"Awalnya teknisi kita memang agak kesulitan mengimbangi teknisi mereka. Tapi, saat ini mereka sudah bisa mengimbangi," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Marsekal Madya Eris Herryanto usai menerima kunjungan delegasi Komite Kerjasama Industri Pertahanan (DICC) Korea Selatan, di Kantor Kemhan, Kamis (24/5). 

 Menurut Eris, sekitar tujuh bulan lalu, Kemhan telah mengirimkan 37 teknisi untuk tahap awal proses alih teknologi. Mereka terdiri dari enam pilot pesawat tempur TNI Angkatan Udara, tiga orang dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kemhan, 24 teknisi dari PT Dirgantara Indonesia, dan empat dosen teknik penerbangan dari Institut Teknologi Bandung. Sepanjang 2012 ini, para teknisi diharapkan bisa menguasai pengembangan teknis pesawat KFX. 

 "Sampai sekarang pengembangan teknis sudah berjalan sesuai rencana. Kalau pun mundur, akan kita upayakan untuk dikejar," kata Eris. 

Pada 2013, kata Eris, para teknisi harus sudah beralih pada pencapaian berikutnya, yakni pengembangan mesin dan manufaktur. Diharapkan pada tahap ini sudah bisa dibuat enam buah prototipe pesawat KFX. 

Untuk mempersiapkan para teknisi, Kemhan akan mempersiapkan sarana dan prasana, sumber daya manusia, serta manajemen yang baik. "Biasanya kita akan meminta kepada pihak Korea, pengembangan apa yang bisa dilakukan lebih awal. Kita berupaya melengkapi sesuai keinginan mereka agar alih teknologi berjalan sebaik-baiknya," tambah Eris. 

Khusus untuk SDM, Kemhan akan mencari teknisi yang bisa mengimbangi para teknisi Korea agar tak ada kendala dalam alih teknologi. Ke depan, Kemhan akan membagi mana yang bisa dilibatkan dalam proses alih teknologi ini, baik dari kalangan industri, akademisi, maupun dari pihak pemerintah. 

 Eris mengaku sebenarnya ada sedikit perbedaan yang memantik diskusi panjang dengan delegasi DICC Korea, yakni soal perbedaan sistem antara industri pertahanan dalam negeri dan di sana. "Industri pertahanan di korea murni swasta, sedangkan di Indonesia di bawah BUMN," katanya. Untuk itu, dalam kerjasamanya perlu ada beberapa poin yang harus didiskusikan. 

Namun demikian, Kemhan berkomitmen bahwa alih teknologi ini tak berfokus pada hasil, melainkan pada proses. "Ini penting agar proses alih teknologi benar-benar berjalan sempurna dan Indonesia bisa segera mampu membuat pesawat tempur sendiri," kata Eris. 

 Pesawat tempur KFX adalah pesawat tempur generasi 4,5 atau setingkat dengan pesawat F-18 milik Amerika Serikat. Artinya, pesawat ini lebih canggih dari pesawat tempur yang dimiliki Indonesia, termasuk pesawat F-16 dan Sukhoi. 

Rencananya, proyek alih teknologi ini akan berlangsung hingga 2020. Total pesawat yang akan dibuat adalah 150 unit. Indonesia akan mendapatkan sebanyak 50 unit. Total anggaran untuk pengembangan pesawat ini ditaksir sebesar 8 miliar dolar Amerika. Namun, karena Indonesia hanya mendapatkan 50 unit, maka hanya dibebankan biaya sebesar 20 persen dari total anggaran atau sebesar US$1,6 miliar.


Sumber : InfoPublik

Rabu, 23 Mei 2012

Possible FMS for 12 EA-18G Modification Kits to Australia

EA-18G Growler (photo : Militaryphotos)

WASHINGTON – The Defense Security Cooperation Agency notified Congress today of a possible Foreign Military Sale to the Government of Australia for 12 EA-18G Modification Kits to convert F/A-18F aircrafts to the G configuration and associated parts, equipment, training and logistical support for an estimated cost of $1.7 billion.
The Government of Australia has requested a possible sale of 12 EA-18G Modification Kits to convert F/A-18F aircrafts to G configuration, (34) AN/ALQ-99F(V) Tactical Jamming System Pods, (22) CN-1717/A Interference Cancellation Systems (INCANS), (22) R-2674(C)/A Joint Tactical Terminal Receiver (JTTR) Systems, (30) LAU-118 Guided Missile Launchers, Command Launch Computer (CLC) for High Speed Anti-Radiation Missile (HARM) and Advanced Anti-Radiation Guided Missile (AARGM, spare and repair parts, support and test equipment, publications and technical documentation, personnel training and training equipment, U.S. Government (USG) and contractor engineering, technical, and logistics support services, and other related elements of logistical and program support. The estimated cost is $1.7 billion.
Australia is an important ally in the Western Pacific. The strategic location of this political and economic power contributes significantly to ensuring peace and economic stability in the region. Australia’s efforts in peacekeeping and humanitarian operations have made a significant impact to regional political and economic stability and have served U.S. national security interests. This proposed sale is consistent with those objectives and facilitates burden sharing with our allies.
The proposed sale will improve Australia’s capability in current and future coalition efforts. Australia will use the enhanced capability as a deterrent to regional threats and to strengthen its homeland defense. Australia will have no difficulty absorbing this new capability into its armed forces.
The proposed sale of this equipment and support will not alter the basic military balance in the region.
The prime contractor will be The Boeing Corporation in St. Louis, Missouri. There are no known offset agreements proposed in connection with this potential sale.
Implementation of this proposed sale may require the assignment of additional U.S. Government or contractor representatives to Australia.
There will be no adverse impact on U.S. defense readiness as a result of this proposed sale.
This notice of a potential sale is required by law and does not mean the sale has been concluded.
Sumber: DSCA

PT. PAL Indonesia Bangun 3 Unit Kapal KCR 60 M Pesanan TNI AL


Bersamaan dengan Sidang Pleno Ke-VI KKIP ini, dilaksanakan pula Steel Cutting KCR 60 dan Keel Laying Tug Boat (Kapal Tunda).  Kapal tersebut merupakan pesanan dari TNI AL yang dibangun di PT. PAL Indonesia, sebagai wujud nyata komitmen PT PAL Indonesia (Persero) mendukung terciptanya kemandirian bangsa dalam memenuhi kebutuhan Alutsista dan kemajuan industri pertahanan nasional.

Pelaksanaan Steel Cutting KCR 60 dan Keel Laying Tug Boat (Kapal Tunda) ditandai dengan penekanan tombol sirine oleh Menhan bersama dengan Menristek, Kepala Bappenas, Panglima TNI, Kapolri, Kasal, Wamenhan dan Dirut PT. PAL Indonesia.

PT.PAL Indonesia  menerima order pembuatan kapal KCR 60 M sebanyak 3 unit dan Kapal Tunda 2.400 HP sebanyak 2 unit.  Kontrak secara efektif telah ditandatangani  antara PT PAL Indonesia dan TNI AL melalui Dinas Pengadaan Mabesal pada tanggal 20 Desember 2012.

KCR 60 M memiliki spesifikasi panjang keseluruhan 59.80  M dan lebar 8.10 M, mampu melaju hingga 28 knot pada kecepatan maksimum dalam kondisi muatan 50 % . Kapal ini dipersenjatai dengan 1 x Meriam Utama 57 mm, 2 x senjata 20 mm, 2 x 2 Peluncur rudal anti kapal permukaan dan 2 x Decoy Launcher. Kapal ini mempunya olah gerak yang tinggi, lincah dalam posisi tembak dan mampu melaksanakan penghindaran dari serangan balasan lawan.

Sementara itu Kapal Tunda 2.400 HP memiliki spesifikasi dengan panjang keseluruhan 29 M dan Lebar 9 M,  dan pada sarat kondisi muatan 50 % kecepatan kapal mencapai 12 knot.

Melalui pelaksanaan Steel Cutting KCR 60 dan Keel Laying Tug Boat (Kapal Tunda) pesanan TNI AL ini kembali membuktikan bahwa PT.PAL Indonesia berkomitmen dan siap menjadi lead integrator pembangunan produk Alutsista dan Almatsus bidang kemaritiman.

Sejak tahun 1980, PT. PAL Indonesia (Persero) telah menyelesaikan pembangunan kapal lebih dari 240 unit kapal berbagai jenis  dan ukuran untuk produk kapal niaga sampai dengan ukuran 50.000 DWT, sedangkan untuk produk kapal perang telah diproduksi berbagai jenis dan tipe kapal diantaranya: KCR 14 Meter, 28 Meter, 38 Meter, FPB 57 Meter dan Landing Platform Dock 125 Meter.

PT PAL juga berpengalaman memodifikasi kapal dan pemasangan Rudal diantaranya: Rudal Yakhont dan Fire Control System di KRI OWA-354, Rudal C-802 dan Fire Control System di KRI AHP-355 dan KRI YOS-353.

Dengan berbekal pengamalan tersebut diatas, PT PAL Indonesia (Persero) menyatakan siap menyelesaikan pembangunan KCR 60 dan Kapal Tunda 2.400 HP pesanan Kemhan dan Pengadaan Alutsista lainnya di masa mendatang. (BDI/SR)

Sumber: DMC

Selasa, 22 Mei 2012

Pesawat Tempur Sukhoi SU-30

Sukhoi Su-30 (kode NATO: Flanker-C) adalah pesawat tempur yang dikembangkan oleh Sukhoi Rusia pada tahun 1996. Pesawat ini adalah pesawat tempur multi-peran, yang efektif dipakai sebagai pesawat serang darat. Pesawat ini bisa dibandingan dengan F/A-18E/F Super Hornet and F-15E Strike Eagle Amerika Serikat.
Pesawat ini adalah pengembangan dari Su-27UB, dan memiliki beberapa varian. Seri Su-30K dan Su-30MK telah sukses secara komersial. Varian-varian ini diproduksi oleh KNAAPO dan Irkut, yang merupakan anak perusahaan dari grup Sukhoi. KNAAPO memproduksi Su-30MKK dan Su-30MK2, yang dirancang dan dijual kepada Tiongkok. Su-30 paling mutakhir adalah seri Su-30MK buatan Irkut. Antara lain Su-30MKI, yang merupakan pesawat yang dikembangkan khusus untuk Angkatan Udara India, serta MKM untuk Malaysia dan MKA untuk Algeria.
Negosiasi dengan India untuk menyuplai pesawat jenis Su-27 fighters dimulai pada tahun 1994. Biro desain mulai bekerja untuk mengembangkan Su-30-berbasis pesawat untuk Angkatan Udara India pada tahun 1995. AF Barkovsky ditunjuk sebagai ketua perancang proyek. Pada tanggal 30 November 1996 sebuah perjanjian dibuat untuk pembangunan bertahap dan pengiriman ke India dari 8 Su-30K fighters dengan dua kursi dan 32 Su-30MKI multi-peran dengan dua kursi fighters. Pesawat yang telah dijadwalkan untuk pengiriman di beberapa consignments, dengan bertahap akan meningkatkan avionics, powerplant dan senjata. Pengembang umum menurut resolusi yang dikeluarkan pemerintah Rusia adalah:
- Untuk pembangunan pesawat: Sukhoi Design Bureau OJSC (sekarang JSC),
- Untuk produksi pesawat: Irkutsk Aircraft Production Association (IAPA, sekarang Irkut Corporation).
Dua prototip dibangun oleh Biro Desain pada 1995-1998. Prototipe yang pertama, Su-30I-1, berdasarkan pada produk versi Su-30, prototipe atau model pesawat selesai dibuat di musim semi tahun 1997. Penerbangan pertama dilakukan oleh pilot uji V.Yu. Averyanov pada 1 Juli 1997. Pada bulan Juli 1997, Design Biro meluncurkan program untuk menguji pesawat bersama SPFC dari Angkatan Udara.
Pesawat terbang telah diproduksi di Irkutsk sejak tahun 2000. Pada saat Pra Produksi untuk pertama kalinya penerbangan pesawat telah diuji oleh V.Yu. Averyanov pada 26 November 2000. Pra produksi ketiga Su-30MKIs telah diserahkan ke Biro Desain dan telah digunakan bersama dengan prototip dalam joint-program dengan pengujian SPFC dari Angkatan Udara.
Sesuai dengan ketentuan kontrak, maka pesawat Su-30MKI akan diuji dan dikirimkan dalam 3 tahap. Pertama pengiriman 10 Su-30MKI ke pengguna terjadi pada tahun 2002; kedua dari 12 aeroplanes, pada tahun 2003. Pada 2004, pesawat Su-30K dan Su-30MKI telah dimasukkan ke dalam armada satuan Angkatan Udara dengan dua squadron.

Keistimewaan dari Su-30MKI ini adalah: 


- Untuk pertama kalinya di dunia, produksi pesawat terbang yang memiliki mesin dengan tthrust vector kontrol (AL 31FP, dikembangkan oleh RDC setelah bernama A.Lyulka), dan sistem remote control terpadu dalam satu kontrol loop. Diambil bersama-sama, ini renders the Su-30MKI sangat lincah bermanuver;
- Untuk pertama kalinya dalam sejarah Biro Desain, pesawat yang dilengkapi dengan avionics skala besar yang terintegrasi dengan sistem luar negeri dan dalam negeri asalnya. The Su-30MKI memiliki “internasional” avionics portofolio, karena tidak termasuk sistem dan 14 unit yang dibuat oleh perusahaan asing dari 6 negara di dunia.
- Untuk pertama kalinya di dunia, sebuah pesawat produksi memiliki radar dengan PAA ( “Bar” dikembangkan oleh Scientific Instrumentation Research Institute of Technology). Selain itu, pesawat memilki new ejection seat yang baru, K-36D-3.5, dan inovasi lainnya dari sistem domestik asal.
- ADO line-up telah ditingkatkan secara signifikan dengan penambahan RVV-AYe air-to-air guided missile, Kh-29L/T/TYe, Kh-31A/P, Kh-59M air-to-ground missiles, dan KAB-500 dan KAB-1500 guided bombs.
Su-30MKI dalam sejarah rusia untuk pertama kalinya memiliki program dalam sejarah showcased sebuah model baru bagi kerjasama militer-teknis termasuk semua jenis kerjasama jangka panjang yang saat ini dilakukan di dunia seperti:
- Pengiriman pertama konsinyasi produk dalam versi dasar (Su-30K),
- Kerjasama R & D untuk menghasilkan versi upgrade (Su-30MKI),
- Memberikan pengguna lisensi untuk manufaktur dengan setelah penggantian komponen rusia yang dibuat dengan orang-orang asing asal (pada bulan Desember 2000, telah menandatangani kontrak untuk menjual ke India lisensi untuk pembuatan 140 pesawat Su-30MKI pada akhir pengiriman),
- Mengupgrade pesawat dari pengiriman pertama untuk status teknik pengiriman akhir,
- Menyiapkan kerjasama teknis untuk pusat layanan pasca penjualan dengan disertakan pemeliharaan peralatan,
- Menggunakan «ekspor tempat» untuk memperluas ke pasar regional (di tahun 2003, kontrak dibuat untuk suplai Su-30MKM ke Malaysia).

Su-30MKK
Biro desain mulai bekerja untuk menghasilkan Su-30-berbasis dua kursi penerbang yang dirancang untuk Su -30MKK angkatan udara China pada 1997, AI Knyshev yang telah ditunjuk sebagai ketua perancang proyek. Di bawah kontrak, direncanakan Komsomolsk-on-Amur production(KnAAPO) dinamakan dengan kontraktor umum. Biro desain menghasilkan desain rinci pada 1997-98; prototipe pesawat yang dibuat di Komsomolsk-on-Amur di 1998-99. Versi baru dua penumpang berdasarkan pada desain solusi diadopsi untuk Su-27SK dan satu kursi fighter Su-27M. Akibatnya, Su-30MKK dimasukkan, untuk semua intents dan tujuan tanpa desain ulang, Su-27M’s centre wing section, wing panels, air intakes, tail beams, fins and landing gear and the Su-27SK’s tail-end fuselage dirangkai. Dengan cara ini, desain ruang lingkup dikurangi secara dramatis, tanpa ada komponen baru yang diperlukan untuk membangun pesawat terbang kecuali untuk hidung pesawat. Selain itu, rencana produksi telah ikut serta dalam menyiapkan produksi dua kursi pelatih pada awal’80 an.
Prototipe pertama dibangun di musim semi 1999, Su-30MKK-1 yang diterbangan pada 20 Mei 1999 oleh Pilot I.Ye. Solovyov (Biro Desain) dan A.V. Pulenko (KnAAPO). Pertama empat pesawat pra-produksi yang diserahkan ke Desain Biro untuk pengujian. Pengujian yang dilakukan bersama-sama dengan SPFC dari Angkatan Udara di 1999-2001, dengan produksi pertama 10 Su-30MKK pesawat dikirimkan ke pelanggan pada bulan Desember 2000.

Su-30MKK desain highlights:
- Pesawat ini memiliki peralatan upgrade dari mnufaktur Rusia, yang meliputi versi radar baru dengan tujuan dan sasaran pemetaan kemampuan; OSTS dengan target penyinaran menggunakan laser beam; sistem GPS, dan LCD multi fungi berwarna di kokpit, dll
- ADO line-up telah ditingkatkan dengan penambahan RVV-AYe air-to-air guided missile; Kh-29L/T/TYe, Kh-31P, Kh-59M air-to-ground missiles; dan KAB-500 dan KAB-1500 guided bombs. Su-30MKK telah digunakan sebagai dasar untuk menghasilkan suatu versi upgrade, maka Su-30MK2, yang berbeda dari versi terdahulu dalam sistem senjata dan peralatan konfigurasi; pesawat dari jenis ini telah diberikan kepada Cina pada tahun 2003. Selain itu, Su-30MK adalah jenis aeroplanes dikirim ke Indonesia pada tahun 2003

Daftar Pengguna SU-30:
 Aljazair
 Republik Rakyat Cina
 India
 Indonesia
 Malaysia
 Rusia
 Uganda
 Venezuela
 Vietnam
 

Spesifikasi (Su-27PU/Su-30)

Data dari KNAAPO Su-30MK page, Sukhoi Su-30MK page, Gordon and Davison

Karakteristik umum

  • Kru: 2
  • Panjang: 21.935 m
  • Lebar sayap: 14.7 m
  • Tinggi: 6.36 m
  • Luas sayap: 62.0 m²
  • Bobot kosong: 17,700 kg
  • Bobot terisi: 24,900 kg
  • Bobot maksimum lepas landas: 34,500 kg
  • Mesin: 2× AL-31FL low-bypass turbofans
    • Dorongan kering: 7,600 kgf masing-masing
    • Dorongan dengan pembakar lanjut: 12,500 kgf masing-masing

Kinerja

  • Laju maksimum: Mach 2.0 (2,120 km/h, 1,320 mph)
  • Jarak jangkau: 3,000 km at altitude
  • Batas tertinggi servis: 17,300 m
  • Laju panjat: 230 m/s
  • Beban sayap: 401 kg/m²
  • Dorongan/berat: 1.0

Persenjataan

  • Guns: 1 × GSh-30-1 gun (30 mm caliber, 150 rounds)
  • AAMs: 6 × R-27ER1 (AA-10C), 2 × R-27ET1 (AA-10D), 6 × R-73E (AA-11), 6 × R-77 RVV-AE(AA-12)
  • ASMs: 6 × Kh-31P/Kh-31A anti-radar missiles, 6 × Kh-29T/L laser guided missiles, 2 × Kh-59ME
  • Aerial bombs: 6 × KAB 500KR, 3 × KAB-1500KR, 8 × FAB-500T, 28 × OFAB-250-270

Coming Soon: C-295 AEW & C Indonesia


Langkah Indonesia untuk memesan dan bekerjasama merakit pesawat C-295 dari EADS CASA, Airbus Military, Spanyol, menjadi batu loncatan dalam menyusun defence system Indonesia yang modern.

Dalam kerjasama itu, Indonesia memesan 9 pesawat C-295, 3 diantaranya akan dirakit di PT DI, Bandung Jawa Barat. 

EADS CASA juga menjadikan PT DI sebagai manufaktur: Stabilisator bagian ekor (tail empennage), Badan pesawat bagian belakang serta panel-panel badan pesawat C-295.

“Kita sepakat membuat paket kerja untuk pengembangan sistem pelatihan berbasis komputer, pusat servis dan pengiriman serta lini akhir perakitan (FAL) di Indonesia“, ujar Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro.

Pengiriman peswat pertama C-295 untuk Indonesia diperkirakan tahun ini. Sembilan pesawat C-295, ditargetkan diterima Indonesia tahun 2014.

C-295 AEW&C
C-295 AEW&C
 
Pada awal tahun 2011, EADS CASA Airbus Military menandatangani kesepahaman dengan Israel Aerospace Industries (IAI), untuk mengembangan pesawat pendeteksi dini CN 295 AEW&C. IAI merupakan pabrik pembuat UAV Heron TP yang dipesan Indonesia. 
 
Bulan Februari 2012, EADS CASA dan IAI telah melakukan uji terbang terhadap C 295 AEW&C (Airborne Early Warning & Control system) dan diklaim sukses.

“We have completed the flight trials and matured the aerodynamic configuration of the radome,” ujar Fernando Ciria, dari EADS CASA Airbus Military.

Dalam uji terbang itu, C-295 AEW atau AEW&C mampu terbang 8 jam lebih dengan maksimum altitude antara 20,000ft (6,100m) hingga 24,000feet.

C 295 ini diinstal perangkat “integrated tactical system mission” milik IAI/ Elta sebagai penyuplai “active electronically scanned array radar”, serta piranti pendukung lainnya. C-295 juga dilengkapi dilengkapi modul anti-surface/anti-submarine warfare.

Pesawat AEW&C atau AWACS berfungsi sebagai:BVR Missile Guidance, Electronic Warfare (EW) dan Reconnaissance. Ia menjadi mata dan backbone informasi bagi armada tempur sebuah negara.

Airborne early warning - control, 360 degree radar dome
C 295 AEW&C Indonesia
 
Benda berharga C-295 AEW&C, benar benar sudah didepan mata Indonesia. Beberapa pesawat C 295 dirakit di PT DI. Bahkan sekitar 65 persen komponen C 295 diproduksi oleh PT DI.
 
Selain itu, Indonesia juga telah bekerjasama dengan IAI/Elta Israel dalam pengadaan Skuadron UAV Heron Indonesia. Untuk itu, tidak ada kendala bagi Indonesia untuk mendapatkan piranti AEW&C Israel.

Pemerintah berencana mengadakan pesawat peringatan dini, C 295 AEW&C dengan budgetnya yang diambil dari anggaran belanja militer tahun 2014. 

Tampaknya pengadaan C 295 AEW&C ini tidak akan banyak kendala karena pesawatnya memang sedang dirakit di PT DI Bandung, Jawa Barat.

C-295 AEW&C
Kehadiran C-295 AEW&C akan memberikan airborne systems: membimbing pesawat tempur untuk mencari titik lemah formasi pesawat musuh, memberikan kordinat pesawat musuh, melakukan electronic counter. Singkatnya C-295 AEW&C akan menjadi “theatre of battle management”. Jika terjadi peperangan, tentu jet tempur musuh, pertama kali akan memburu pesawat AEW&C, untuk melemahkan pertahanan udara lawan. Namun karena AEW&C memiliki electronic counter, dia hanya bisa dilumpuhkan dengan rudal anti-radiasi, antara lain Kh-31P/ AS 17 Crypton, yang juga dimiliki Indonesia. 

Sumber : JakartaGreater

Oktober Tahun Ini TNI Akan Diperkuat 30 Leopard 2A6

PONTIANAK : Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo, mengatakan pada Oktober ini, sebanyak 30 tank jenis Leopard yang dipesan dari Jerman akan dikirim ke Jakarta.

“Awalnya tawaran datang dari Belanda dan Jerman, tetapi kita pilih Jerman karena lebih menjanjikan,” kata Pramono, di Markas Kodam XII/Tanjungpura, Selasa 22 Mei 2012, di Pontianak.

Sebanyak 30 unit tank ini, katanya, tinggal menunggu pihak Jerman untuk mengirimkannya ke Indonesia. Jenis yang akan dibeli adalah Leopard 2A6 yang merupakan hasil "retrofit 2A4" alias pengembangan teknologi terbaru karena cetak baru teknologi Leopard serupa sudah tidak diproduksi lagi.

Kelebihan memilih tawaran Jerman adalah dapat melakukan transfer of technology (TOT). Jerman juga menawarkan joint production untuk pembuatan beberapa bagian tank seberat 60 ton tersebut dengan menggandeng PT Pindad.

Masih terkait tank yang dibutuhkan TNI untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia, sedianya di Kalimantan Barat akan ditempatkan pula satuan tank. Pramono mengatakan, saat ini di Kalimantan Barat hanya dilengkapi dengan light tank dan ke depannya akan ditingkatkan dengan tank untuk tempur. Satuan Kavaleri di Kalbar juga akan ditingkatkan dari Datasemen menjadi batalion penuh.

Sumber : Tempo

Indonesia Korea Adakan The Defense Industry Cooperation Committee Meeting

JAKARTA-(IDB) : Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan Dr Ir Pos M. Hutabarat MA, Ph.D, Senin (21/5), memimpin Defense Industry Cooperation Committee (DICC) Ke-1 antara Kementerian Pertahanan RI dengan Kementerian Pertahanan Republik Korea yang delegasinya dipimpin oleh Mr Noh Dae-Lae di Kantor Kemhan, Jakarta. Pertemuan yang berlangsung selama dua hari dan dilanjutkan kunjungan ke beberapa industri pertahanan  ini sebagai tindak lanjut dari penandatanganan kerjasama MoU mengenai DICC pada tanggal 9 September 2011 lalu yang dimaksudkan untuk meningkatkan kerjasama bilateral kedua negara.
 
Dalam amanat pembukaannya Dirjen Pothan mengatakan bahwa kerjasama dalam bidang industri pertahanan antara kedua negara telah meningkat sangat baik. Seperti diketahui Indonesia telah menggunakan produk-produk pertahanan dari Republik Korea yang sebagian diantaranya sudah dipasarkan juga oleh perusahaan Indonesia. Menurut Dirjen Pothan Kemhan, pihak Kemhan RI berharap kerjasama antara industri pertahanan kedua negara ini dapat memberikan manfaat bagi kedua negara dan terus berkembang di masa mendatang. 

Dirjen Pothan Kemhan melanjutkan, diharapkan industri pertahanan kedua negara dapat bekerjasama dengan erat dan dapat merancang tujuan bersama dalam pengembangan industri pertahanan. Sampai saat ini diantara RI dan Republik Korea telah terbangun kerjasama yang baik di bidang industri pertahanan seperti pembangunan bersama pesawat KFX/IFX, PT.Pindad dengan Dosan dalam pembangunan Wheel Armor Vehicle dengan 90 mm Canon. Dilanjutkan oleh Dirjen Pothan, kerjasama industri pertahanan antara kedua negara juga termasuk diantaranya ToT dalam teknologi kapal selam dengan DSNI 209, begitu juga kerjasama antara industri pertahanan kedua negara dalam bidang pengembangan propelan.

Dengan berbagai bentuk kerjasama dalam bidang industri pertahanan seperti yang telah disebutkan oleh Dirjen Pothan ini, dirinya berharap dalam pertemuan ini dapat dilaksanakan diskusi yang mendalam untuk meraih target yang diharapkan. Hasil pertemuan yang didapatkan sangat bergantung kepada keseriusan delegasi kedua negara dalam membangun saling pengertian dalam kerjasama yang saling menguntungkan.

DICC ini sesuai yang tertuang dalam MoU mencakup beberapa kegiatan antara lain; mendukung pengembangan dan produksi bersama, dan proyek bersama pada peralatan pertahanan dan suku cadang. Pertukaran dan peralihan informasi pada ilmu pengetahuan dan teknologi pertahanan nasional, pemasaran bersama produk pertahanan sebagai barang dagang internasional dan peningkatan keseimbangan perdagangan produk-produk dan jasa-jasa industri pertahanan.

Sementara itu pimpinan delegasi Korea Mr Noh Dae-Lae mengatakan bahwa pertemuan ini diharapkan dapat meningkatkan hubungan bilateral yang erat antara kedua negara khususnya dalam bidang industri pertahanan.

Sumber : DMC

Uji Terbang UAV Dan Airborne Produksi Lapan

Tim UAV Pustekbang
PANGANDARAN-(IDB) : Bulan Maret 2012 merupakan bulan bersejarah bagi Pustekbang dan khususnya Tim UAV, karena pada bulan itu untuk pertama kalinya  dilakukan uji terbang UAV hasil manufaktur para engineer Pusat Teknologi Penerbangan bekerja sama dengan Industri Kecil Menengah (IKM). 
 
Bertempat di Bandara Nusawiru, Pangandaran, pada tanggal 8 s/d 10, uji terbang dilakukan pada dua unit UAV hasil didesain sendiri yang di manufaktur oleh IKM (FADEX),  dan hasil didesain IKM yang dimanufaktur oleh para engineer dan teknisi Pustekbang (Zen 1). 
 
Serta dilakukan pula uji terbang Airborne RS dan Skywalker pada sesi uji terakhir. Selain uji terbang hasil desain dan manufaktur, diuji juga sistem avionic seperti: sistem navigasi dan control (way point test), sistem telemetri dan tracking (TTC) long range dengan Mobile TTC, data handling dan sistem payload camera lengkap dengan sistem gymbalnya.

Uji terbang sistem kendali navigasi arah (way point system) dilakukan pada R Botix system yang bersifat autonomous arah terbang dengan menggunakan pesawat Zen 1 yang memang didedikasikan untuk test bed sistem avionic. 

Pesawat ini berukuran sedang dengan kemampuan terbang sampai ketinggian 800 m, air speed hingga 90 km/jam dan endurance hingga 2.5 jam. 

Pesawat ini seterusnya akan digunakan untuk aplikasi nyata seperti untuk pertanian, mitigasi bencana, pemantauan iklim dan lain-lain, bergantung bagaimana sistem payload dan avionic yang akan dimuatkan  ke pesawat tersebut. 

Para engineer Pustekbang telah berhasil melakukan manufaktur Zen 1 setelah pada tahun lalu mengambil kursus untuk membuat ulang pesawat yang belum di beri nama tersebut di Bandung. Ini merupakan langkah awal yang sangat penting dalam dunia UAV di Pustekbang.

Zen1
Zen1
FADEX (First Aircraft Design Experiment) merupakan pesawat dengan enginee turboshaft yang diharapkan menjadi embrio untuk pengembangan High Speed Surveillance System (HSSS) yang mempunyai misi untuk melakukan pengintaian, pemotretan secara cepat dan tepat dan kembali dengan cepat pula. 

Dalam uji pertama FADEX dilakukan uji taksi-taksi untuk menguji kekuatan landing gear, kecepatan awal, maneuver sederhana secara ground test, dan tentunya menguji enginee secara terintegrasi.  

Dalam hitungan desain, pesawat ini diharapkan terbang dengan kecepatan minimal 160 km/jam, dengan kemampuan membawa payload hingga 12 kg. Dengan kondisi tersebut lama terbang (endurance) awal yang bisa dilakukan adalah sekitar 1 – 1.5 jam.

FADEX

FADEX
Fadex
Uji terbang Airborne RS dilakukan dengan memberi beban antara 10 hingga 15 kg. Pesawat Airborne RS ditujukan untuk mampu menerbangkan muatan Centralized Polarization-Syntetic Aperture Radar ( CP-SAR ) dengan berat sekitar 20 kg yang merupakan muatan experiment dari Chiba University. 

Pesawat dengan bentang hampir 3.5 meter ini berhasil take off dengan mulus, dan menjalani uji kesetimbangan terbang baik pada posisi crusing maupun loiter beberapa kali sampai akhirnya landing dengan mulus juga, pada uji terbang berikutnya akan ditempatkan autonomous system di dalam system elektroniknya.

Airborne RS

Airborne RS
Airborne RS
Pada sesi pengujian terakhir dilakukan uji terbang pesawat skywalker untuk persiapan aplikasi pemotretan kubah Gunung Merapi bulan depan. Pengujiannya meliputi pemotretan dengan sistem payload camera lengkap dengan sistem gymbalnya dan terbang selama hampir 1 jam full autonomous dengan mengikuti jalur yang telah ditentukan.

Skywalker
Skywalker
Banyak pengalaman yang didapat dari Uji Terbang pertama ini, dari masalah sistem navigasi arah, sistem uji coba, pemotretan sampai manajemen uji coba untuk autonomous system. Langkah awal ini cukup membuat kita yakin bahwa para engineer mampu menguasai teknologi UAV tersebut.

Mobile TTC System Pustekbang
Mobile TTC System Pustekbang

Sumber : Lapan

Minggu, 20 Mei 2012

Mengenal Lebih Dekat Pesawat Tempur Sukhoi Su-27


Sukhoi Su-27 (kode NATO: Flanker) adalah pesawat tempur yang awalnya diproduksi oleh Uni Soviet, dan dirancang oleh Biro Desain Sukhoi. Pesawat ini direncanakan untuk menjadi saingan utama generasi baru pesawat tempur Amerika Serikat (yaitu F-14 Tomcat, F-15 Eagle, F-16 Fighting Falcon, dan F/A-18 Hornet). Su-27 memiliki jarak jangkau yang jauh, persenjataan yang berat, dan kelincahan yang tinggi. Pesawat ini sering disebut sebagai hasil persaingan antara Sukhoi dengan Mikoyan-Gurevich, karena Su-27 dan MiG-29 berbentuk mirip. Ini adalah keliru, karena Su-27 dirancang sebagai pesawat interseptor dan pesawat tempur superioritas udara jarak jauh, sedangkan MiG-29 dirancang untuk mengisi peran pesawat tempur pendukung jarak dekat.



Sejarah
Pada tahun 1969, Uni Soviet mendapatkan informasi bahwa Angkatan Udara Amerika Serikat telah memilih McDonnell Douglas untuk memproduksi rancangan pesawat tempur eksperimental (yang akan berevolusi menjadi F-15). Untuk menghadapi ancaman masa depan ini, Uni Soviet memulai program PFI (Perspektivnyi Frontovoy Istrebitel, "pesawat tempur taktis mutakhir") yang direncanakan menghasilkan pesawat yang bisa menyaingi hasil rancangan Amerika Serikat.
Namun, spesifikasi yang dibutuhkan untuk memenuhi syarat-syarat program ini pada satu pesawat saja ternyata terlalu rumit dan mahal. Maka program ini dibagi menjadi dua, yaitu TPFI (Tyazholyi Perspektivnyi Frontovoi Istrebitel, "pesawat tempur taktis mutakhir berat") and the LPFI (Legkiy Perspektivnyi Frontovoi Istrebitel, "pesawat tempur taktis mutakhir ringan"). Langkah ini juga mirip apa yang dilakukan Amerika Serikat, dimana Amerika Serikat memulai program "Lightweight Fighter" yang nantinya akan menghasilkan F-16. Sukhoi OKB diberikan program TPFI.
Rancangan Sukhoi pertama kali muncul sebagai pesawat sayap delta T-10, yang pertama terbang pada tanggal 20 Mei 1977. T-10 terlihat oleh pengamat Barat, dan diberikan kode NATO Flanker-A. Perkembangan T-10 menemui banyak masalah, yang berakibat pada kehancuran ketika salah satu pesawat ini jatuh pada tanggal 7 Mei 1978. Kejadian ini kemudian ditindaklanjuti dengan banyak modifikasi perancangan, yang menghasilkan T-10S, yang terbang pertama kali pada 20 April 1981. Pesawat ini juga menemui kesulitan, dan jatuh pada tanggal 23 Desember 1981.
Versi produksi pesawat ini (Su-27 atau Su-27S, dengan kode NATO Flanker-B) mulai dipakai Angkatan Udara Soviet pada tahun 1984, tetapi baru dipakai menyeluruh tahun 1986, karena sempat terhambat oleh masalah produksi. Pesawat ini dipakai oleh Pertahanan Anti Udara Soviet (Voyska PVO) dan Angkatan Udara Soviet (VVS). Pemakaiannya di V-PVO adalah sebagai interseptor, menggantikan Sukhoi Su-15 and Tupolev Tu-28. Dan pemakaiannya di VVS lebih difokuskan kepada interdiksi udara, dengan tugas menyerang pesawat bahan bakar dan AWACS, yang dianggap sebagai aset penting angkatan udara NATO. 
Sejarah tempur 
Walaupun Su-27 dianggap memiliki kelincahan yang mengagumkan, pesawat ini belum banyak dipakai pada petempuran yang sebenarnya. Pemakaian pesawat ini yang patut disebut adalah pada Perang Ethiopia-Eritrea, dimana pesawat-pesawat Sukhoi Su-27A Ethiopia dipakai untuk melindungi pesawat pengebomMiG-21 dan MiG-23. Pada perang itu, pesawat-pesawat Su-27 tersebut berhasil menghancurkan empat MiG-29 Eritrea. Salah satu pilot yang berhasil menembak jatuh lawan adalah Aster Tolossa, yang menjadi wanita Afrika pertama yang memenangi sebuah pertempuran udara.


PENGGUNA
Sekitar 680 Su-27 diproduksi oleh Uni Soviet, dan 400 dipakai oleh Rusia. Negara mantan Soviet yang memiliki pesawat ini adalah Ukraina dengan 60 pesawat, Belarusia dengan sekitar 25 pesawat, Kazakstan dengan sekitar 30 dan sudah memesan 12 pesawat lagi, dan Uzbekistan dengan 25 buah.
Tiongkok menerima 26 pesawat pada tahun 1991, dan 22 lagi pada 1995. Kemudian pada tahun 1998 mereka menandatangani kontrak untuk lisensi produksi 200 pesawat ini dengan nama Shenyang J-11. Vietnam memiliki 12 Su-27SK dan telah memesan 24 lagi. Ethiopia memiliki 8 Su-27A dan 2 Su-27U. Indonesia mempunyai 2 Su-27SK and 2 Su-30MK serta telah memesan 3 SU-27SKM dan 3 SU-30MK2. Dan Angola telah menerima sekitar 8 Su-27/27UB. Meksiko berencana untuk membeli 8 Su-27s dan 2 pesawat latihan Su-27UB.[1]
Amerika Serikat juga disinyalir memiliki satu Su-27 Flanker B dan satu Su-27 UB. Tiga pesawat ini masuk sebagai registrasi sipil, dan salah satunya tiba di Amerika Serikat menggunakan pesawat Antonov-62.
Indonesia (TNI-AU) mulai menggunakan keluarga Sukhoi-27 pada tahun 2003 setelah batalnya kontrak pembelian 12 unit Su-30KI pada 1996. Kontrak tahun 2003 mencakup pembelian 2 unit Sukhoi-27SK dan 2 unit Sukhoi-30MK senilai 192 juta dolar AS tanpa paket senjata. Empat tahun kemudian pada acara MAKS 2007 di Moskow Departemen Pertahanan mengumumkan kontrak unruk pembelian 3 unit Sukhoi-27SKM dan 3 unit Sukhoi-30MK2 senilai 350 juta dolar AS 
Karakteristik umum:

  • Kru: Satu
  • Panjang: 21,9 m
  • Lebar sayap: 14,7 m
  • Tinggi: 5,93 m
  • Luas sayap: 62 m²
  • Bobot kosong: 16.380 kg
  • Bobot terisi: 23.000 kg
  • Bobot maksimum lepas landas: 33.000 kg
  • Mesin: 2× Lyulka AL-31F turbofan, 122,8 kN masing-masing

Kinerja

  • Laju maksimum: 2.500 km/jam (1.550 mph Mach 2.35)
  • Jarak jangkau: 1.340 km pada ketinggian air laut, 3.530 km pada ketinggian tinggi
  • Batas tertinggi servis: 18.500 m
  • Laju panjat: 325 m/s
  • Beban sayap: 371 kg/m²
  • Dorongan/berat: 1,085

Persenjataan


  • 1 x meriam GSh-30-1 30 mm, 150 butir peluru
  • 8.000 kg (17.600 lb) pada 10 titik eksternal
    • 6 R-27, 4 R-73
      • Su-27SM dapat menggunakan R-77 menggantikan R-27
    • Su-27IB dapat menggunakan peluru kendali anti-radiasi X-31, peluru kendali udara ke daratX-29L/T, serta bom KAB-150 dan UAB-500
  • AA-11 Archer / R-73
  • AA-10A/B/C/D/E Alamo-A/B/C/D/E / R-27R/T/RE/TE/AE
  • AS-16 Kickback SRAM/ Kh-15/C
  • Air bombs·    
    • KAB-500Kr
        
Sumber : Wikipeda